Bagaimana Dinas Rahasia Jerman Remehkan Taliban
Nyaris tidak ada perlawanan ketika Taliban merebut ibu kota Kabul dan menguasai Afganistan pada Agustus 2021 silam. Kemenangan kilat yang dibukukan para talib ikut mengejutkan pemerintah Jerman. Padahal sesaat sebelumnya, Menteri Luar Negeri Heiko Maas clickbet88.net masih menyuarakan keraguannnya terkait kemampuan kelompok etnis Pashtun itu untuk merebut kembali Afganistan, setelah terusir oleh operasi miiliter AS dan NATO sekitar 20 tahun silam.
Bahwa pergantian kekuasaan di Afganistan tidak diantisipasi pemerintah dan Dinas Rahasia Jerman, BND, kini sedang diselidiki oleh komisi khusus yang dibentuk Parlemen-Jerman Bundestag tahun 2022. Pada 28 September lalu, komisi akhirnya mengundang seorang saksi mata perwira BND yang ditugaskan di Afganistan, yang identitasnya dirahasiakan.
Tidak banyak yang diketahui tentang perwira BND tersebut, kecuali bahwa gugus tugasnya mencakup komunikasi intelijen dan telah berulangkali bertugas di Afganistan.
Dalam testimoninya, sang saksi menuturkan betapa Perjanjian Doha antara Amerika Serikat dan Taliban pada Februari 2020 mengawali kejatuhan Republik Islam Afganistan. “Sebagai serdadu, kami menganggapnya sebagai perubahan situasi yang dramatis.” Perjanjian yang dibuat bekas Presiden Donald Trump tanpa melibatkan pemerintah Afganistan itu memungkinkan penarikan cepat pasukan AS.
“Dengan begitu, dukungan bagi angkatan bersenjata Afganistan dicabut secara resmi,” kata dia. Terutama, absennya bantuan serangan udara militer AS turut meruntuhkan moral pasukan Afganistan. Buntutnya, mereka tidak lagi meninggalkan barak. Meski demikian, perwira tinggi BND itu tetap mengaku terkejut oleh kecepatan invasi Taliban.
Aliansi Barat memang mengantisipasi kemenangan Taliban usai disepakatinya Perjanjian Doha. Kesan ini didapat komisi penyidik Parlemen Jerman- Bundestag setelah mengundang berbagai saksi, mulai dari pejabat pemerintah, dinas rahasia dan organisasi bantuan kemanusiaan.
Saksi BND melaporkan, pasukan internasional sudah menyiapkan berbagai skenario evakuasi sejak bulan Agustus 2020, setahun sebelum pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban. Skenario yang paling realistis menurutnya adalah berdirinya “kekhalifahan 2.0” di Afganistan- “Kami berulangkali menjelaskan bahwa akan ada masa transisi sebelum terjadinya skenario terrsebut.”